Pemberdayaan Desa Adat sebagai Kerja Budaya

Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Unduh PDF

Pemantauan dan Evaluasi Sistem Pengawasan Keuangan Desa (SIPAKADES)

Oleh: Relung Indonesia

Pemantauan dan Evaluasi Sistem Pengawasan Keuangan Desa (SIPAKADES) di Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMPD) Pemerintah Kabupaten Tangerang pada tanggal 07 Juli 2020. SIPAKADES merupakan satu buat sistem yang dibuat atas inisiatif Bagian Keuangan Dan Aset DPMPD Pemkab Tangerang. Sistem ini dibuat untuk meningkatkan Tugas dan Fungsi Pemerintah Kabupaten dalam melakukan Bimbingan dan Pengawasan terhadap Pengelolaan Keuangan Desa. Sistem ini memuat Anggaran dan Belanja Desa, Rencana Pendapatan, Rencana Belanja,  Rencana Pencairan, Pengajuan Pencairan, Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Anggaran, dan Pendokumentasian Pengelolaan Keuangan Desa. Sistem ini tidak hanya digunakan untuk satu sumber (Dana Desa) Saja. Namun juga terkait dengan sumber-sumber pendapatan yang lainnya. Selain dimanfaatkan untuk mengawasi pencairan, sistem ini juga dipakai untuk melakukan bimbingan kepada Pemerintah Desa. Khususnya berkaitan dengan penyusunan laporan setiap penggunaan anggaran yang sudah dicairkan. Melalui pemanfaatan sistem ini, DPMPD Kabupaten Tangerang dapat melakukan bimbingan kepada Pemerintah Desa agar lebih tertib pelaporan, sehingga prinsip akuntabilitas dapat dipenuhi.

Penyusunan SIPAKADES disusun oleh PT Penabulu Wikara Pranata sebagai Konsultan penyedia layanannya. SIPAKADES dikerjakan selama 3 bulan sejak bulan Januari 2020 dan mulai diujicoba penggunaannya pada pencairan 1 Dana Desa pada bulan April 2020. Pemantauan dilaksanakan untuk mengetahui kendala dan masalah yang terjadi dalam pemanfaatan SIPAKADES. Secara umum sistem tidak mengalami kendala. Hanya ketersediaan ruang penyimpanan yang masih terus dinaikkan kapasitasnya kembali karena kebutuhan penyimpanan dokumennya semakin banyak. Langkah ini dilaksanakan untuk mengetahui kebutuhan riil ruang penyimpanan dokumen yang dibutuhkan setiap tahun. Sehingga sistem ini dapat terus berjalan dengan baik.

Hari Sampah Nasional

Oleh: Kalimantan Institute

Putussibau, 21 Februari 2020. Yayasan kalimantan Institute menginisiasi Gerakan Pemud Peduli Sampah di Kabupaten Kapuas Hulu. Hal ini sebagai gerakan bersama dalam rangka Hari Peduli Sampah Nasional, 21 Februari 2020. Tujuannya dari gerakan ini adalah membangun kesadaran para pemuda agar peduli sampah, serta melakukan kampanye bersama tentang dampak dari membuang sampah sembarangan.

Kegiatan yang dilakukan selama 1 hari ini berhasil menghimpun 210 pemuda/i yang terdiri dari berbagai komunitas di Kabupaten Kapuas Hulu. Komunitas – komunitas yang tergabung dalam gerakan ini di antaranya adalah Putussibau Art Community (PAC), WWF Landscap Hulu Kapuas, Komunitas Pencita Alam Kapuas Hulu, Anak – anak pramuka dan berbagai komunitas lainnya.

Rangkaian kegiatan ini dimulai dengan pengarahan dari pimpinan Yayasan Kalimantan Institute. Selanutnya melakukan pengumpulan sampah bersama sambil membawa tulisan terkait pentingnya membuang sampa pada tempatnya dan memasang beberapa tulisan terkait tema dimaksud. Pengumpulan sampah dan kempanye pentingnya membuang sampah pada tempatnya ini dilakukan di tempat – tempat umum dan sekitar perkantoran pemerintah kabupaten.

Hal ini dilakukan agar semakin banyak orang yang sadar dan peduli terhadap sampah, termasuk pemerintah daerah. Kegiatan serupa akan dilakukan disetiap tahunnya dan melibatkan banyak pihak. Selain turun ke jalan, kampanye membangun kepedulian masyarakat terkait sampah juga dilakukan melalui media social.

Pengelolaan Kawasan Pesisir Berkelanjutan Berbasis Masyarakat di Desa Bulutui, Sulawesi Utara

Wilayah perikanan tradisional penting dan zona pengaturan tangkapan gurita

Oleh: YAPEKA

Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi yang kaya sumber daya alam hayati laut dan menjadi tempat wisata laut. Potensi sumberdaya alam yang dimiliki Sulawesi Utara memiliki prospek untuk dikembangkan guna menunjang pembangunan berkelanjutan daerah. Pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumber daya pesisir/laut dapat menyebabkan terganggunnya ekosistem dan penghidupan masyarakat setempat. Oleh karena itu diperlukan pendekatan dan peran serta parapihak agar aspek konservasi dan ekonomi masyarakat dapat berjalan beriringan.

Proses penimbangan gurita

YAPEKA bersama Mitra (Blue Venture) melakukan pendampingan kepada masyarakat di Kabupaten Minahasa Utara, tepatnya di Desa Bulutui, Kecamatan Likupang Barat. Masyarakat setempat didorong untuk lebih peduli dengan kelestarian kondisi ekosisitem pesisirnya, terutama kawasan lautnya. Inisiasi yang dilakukan dengan pengelolaan habitat (gurita/octopus) melalui temporary closure. Posisi zona buka tutup seluas 22,9 Ha (Napo Illa) memiliki jarak terdekat dengan Desa Bulutui sejauh 1,6 km. Zona ini merupakan salah satu lokasi tangkap gurita nelayan tradisional Desa Bulutui. Inisiasi ini dimulai dari tahun 2017 hingga saat ini masih berjalan. Perhatian dari Desa Bulutui sangat serius dimana desa mengeluarkan Peraturan Kepala Desa (PERKADES) No. 1 tahun 2019. PERKADES ini juga mengatur pengelolaan zona tersebut dan sanksi untuk nelayan yang melanggar.

Zona buka tutup gurita merupakan salah satu upaya meningkatkan nilai ekonomi gurita dengan mengatur waktu penangkapan di salah satu lokasi tangkap gurita nelayan tradisional Bulutui. Zona yang diinisiasi ini merupakan zona yang pertama di Sulawesi Utara yang diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lainnya. Gurita di zona ini hanya boleh ditangkap dalam waktu 3 bulan sekali dengan masa tangkap selama 7 hari, setelahnya lokasi akan ditutup kembali. Diharapkan dengan zona ini, nelayan dapat menangkap gurita dengan bobot yang besar dimana berbanding lurus dengan nilai ekonomi yang didapat. Ketika zona ini ditutup, nelayan gurita masih bisa menangkap gurita di titik lain yang menjadi lokasi tangkap gurita nelayan tradisional di Bulutui.

Laporan hasil tangkapan untuk penyusunan pengelolaan perikanan gurita

Masyarakat desa yang berada di wilayah pesisir menggantungkan hidup dari hasil laut, sehingga sangat penting untuk menjaga pesisir dan lautnya. Menjaga laut adalah menjaga masa depan anak cucu kita semua.

 

Revolusi Data Desa

Oleh: Sinergantara

Sinergantara memprakarsai Revolusi Data di kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur pada tahun 2017. Tujuan dari Revolusi Data adalah agar pembangunan khususnya perencanaan dan implementasi pembangunan desa dapat lebih tepat sasaran, serta identifikasi persoalan dan potensi desa dapat dilakukan lebih baik.

Ide revolusi Data untuk mencapai itu adalah dengan memfasilitasi masyarakat dan pemerintah desa untuk dapat membangun data mereka sendiri serta memfasilitasi pemanfaatan data pembangunan untuk kepentingan mereka. Revolusi Data memanfaatkan teknologi Data Baru, participatory data mapping dan visualisasi data.

Sekolah Adat

Oleh: Yayasan Merangat

“Sebagai anggota Masyarakat Adat kami menyadari bahwa selain membawa dampak positif, pembangunan di berbagai sector di daerah pedesaan di pedalaman Kalimantan sering kali mengancam keberadaan yang sangat istimewa (entitas) Masyarakat Adat dan alam sebagai ruang hidup kami. Maka upaya mitigasi mutlak harus dilakukan. Mitigasi yang paling kuat adalah mitigsi yang muncul dari dan oleh Masyarakat Adat itu sendiri.

Agar mampu menjadi pelaku utama mitgasi, kapasitas Masyarakat Adat perlu diperkuat.  Upaya mendukung penguatan kapasitas untuk Masyarakat Adat sampai kami mampu melakukan  mitigasi secara mandiri, memerlukan rentang waktu yang sangat panjang. Karena penguatan kapitas itu adalah sebuah proses penyadaran, pengetahuan, keterampilan sampai pada kebanggaan dan rasa percaya diri kami sendiri semakin kuat. Dan proses itu muncul dari, terjadi dan berkembang di dalam dinamika kehidupan kami, dilakukan oleh dan untuk kami sendiri.  Mitigasi meliputi dua hal yng dilakukan secara parallel, yaitu mitigasi terhadap entitas sosial budaya yang hidup di dalam Masyarakat Adat dan mitigasi  terhadap alam dan keanekaragaman hayati sebagai ruang hidup yang terpelihara sejak ribuan tahun lalu,” kata pak Otong, tokoh MAsyarakat Adat di dusun Salin, Desa Kareho.

Salah satu strategi pendekatan kami, Yayasan Merangat, untuk memperkuat kapasitas Masyarakat Adat adalah melalui Sekolah Adat. Sekolah Adat adalah istilah untuk sebuah wadah sekaligus gerakan budaya, di mana Masyarakat Adat belajar, berrefleksi dan merencanakan bersama entitas mereka sambil melakukan preserve atau konservasi seni budaya, adat, kearifan local, system kepercayaan dan tata kelola alam yang bernilai tinggi, yang masih tersisa pada komunits Masyarakat Adat sampai saat ini. Di Sekolah Adat seni budaya itu digali dan dihidupkan kembali dan menjadi kebanggaan bersama. Di dalam seni budaya itu tersimpan nilai-nilai yang berguna untuk mengembangkan peradaban dan panduan dalam mitigasi social-budaya dan alam.

Sejak tahun 2016 Yayasan Merangat bersama dengan Masyarakat Adat sudah membangun 3 (tiga) Sekolah Adat di Kabupaten Kapuas Hulu, yaitu Sekolah Adat Tua’ Sangau, di Komunitas Masyarakat Adat Dayak Kantu’ desa Sungai Uluk, Sekolah Adat Jut Ubing di Komunitas Masyarakat  Adat Punan Aoheng Koreho desa Kareho dan Sekolah Adat Togung Tebirung, di Komunitas Masyarakat Adat Pangin Orung Da’an, Dusun Nanga Arong. Saat ini sedang persiapan pendirian Sekolah Adat Jaong, di komunitas Masyarakat Adat Dayak Iban di desa Teluk Aur.

Di Sekolah Adat seluruh anggota komunitas Masyarakat Adat, difasilitasi Yayasan Merangat, ambil bagian secara aktif dalam upaya membangun kesadaran bersama (kolektif) dan pemajuan kebudayaan. Upaya itu terwujud dalam bentuk aktivitas peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kebanggaan serta percaya diri melalui penghargaan dan pemuliaan adat, seni (tari, music, lagu, kerajinan,dll), budaya, kearifan local, filosofi dan system kepercayaan yang hidup di dalam komunitas Masyarakat Adat serta kemampuan masyarakat mengelola SDM dan SDA scara berkelanjutan serta menghadapi kemungkinan ancaman bencana sebagai dampak keterbukaan akses dan kemajuan jaman.

Untuk menjamin keberlanjutan Sekolah Adat Yayasan Merangat menfasilitasi Komunitas Masyarakat Adat membangun kemitraan multi pihak (KMP). Ketiga Sekolah Adat yang sudah didirikan semuanya sudah masuk dalam bagian dari rencana pembangunan Desa. Sekolah Adat juga sudah mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah melalui bidang kebudayaan. Dukungan dari pihak lain juga diperoleh dari beberapa lembaga seperti WWF, TFCA serta melalui jaringan pertemanan. Selain itu Sekolah Adat juga  mulai  mengembangkan fundraising melalui jasa pariwisata.

Ekowisata Berbasis Masyarakat

ICCO Cooperation bersama dengan Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) menggelar acara launching nasional program Responsible and Sustainable Palm Oil in Indonesia (RESBOUND), bertajuk Membangun Kesejahteraan Warga Desa Melalui Transformasi Pasar dan Bisnis Kelapa Sawit Berkelanjutan. Acara ini diselenggarakan menyusul penerimaan pelaksanaan program di 10 desa di Sumatera Utara, dan 10 desa di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Indah Budiani, Direktur Eksekutif IBCSD saat memberikan paparan di acara launching nasional program Responsible and Sustainable Palm Oil in Indonesia (RESBOUND)

RESBOUND adalah program berdurasi tiga tahun, yang diselenggarakan oleh konsorsium masyarakat sipil. Di antaranya terdiri dari, ICCO Cooperation; Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) dan PENABULU; serta didukung oleh Uni Eropa.

RESBOUND bertujuan untuk mendorong pembangunan desa di area perkebunan sawit,  yang responsif terhadap kebutuhan komunitas dengan menggunakan pendekatan inklusi, melalui dialog dengan sektor swasta dan melalui kesepakatan kemitraan antara pemerintah desa dengan sektor swasta. Kesepakatan ini diharapkan dapat membantu percepatan pembangunan desa yang berorientasi pada pemenuhan hak sosial dan hak ekonomi.

Terkait dengan inisiatif ini, transformasi pasar domestik melalui pembangunan kesadaran konsumen untuk memilih produk sawit yang diproduksi secara bertanggung jawab dipilih sebagai salah satu strategi utama.

Tujuannya adalah demi membangun insentif bagi produsen kelapa sawit untuk beroperasi dengan mengindahkan aspek keberlanjutan, dan kepatuhan terhadap nilai dan norma hak asasi manusia.

Permintaan global terhadap sawit Indonesia saat ini mulai menurun dan diikuti dengan penurunan harga, menyusul kesadaran pasar luar negeri tentang perlunya kepatuhan terhadap hak asasi manusia dalam rantai produksi dengan prinsip keberlanjutan.

Hal ini berdampak bagi kehidupan petani dan pekerja sawit di desa. Kiswara Santi, Indonesia Country Coordinator ICCO mengatakan, “Bisnis sawit yang bertanggungjawab, merupakan prasyarat bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat desa sawit. Konsorsium RESBOUND memilih bekerja bersama dengan desa, sebab desa adalah sumber penghasil pangan dan energi, termasuk penghasil sawit. Namun, jarang yang memperhatikan kesejahteraan dan perikehidupan masyarakatnya.  Sehingga perlu ada kerjasama yang baik antara masyarakat, pemerintah desa, dan perusahaan yang bekerja di desa tersebut”.

Sebagai asosiasi perusahaan yang menerapkan prinsip keberlanjutan, IBCSD melihat bahwa kesadaran akan risiko perubahan iklim di level konsumen telah mendorong masyarakat untuk lebih memilih produk-produk yang berkelanjutan. Hal ini kemudian yang diungkapkan oleh direktur eksekutif IBCSD, Indah Budiani, “Dengan meningkatnya demand di konsumen, penciptaan produk yang sustainable pada akhirnya akan dapat meningkatkan posisi daya saing sawit indonesia di pasar global, ” ungkapnya dalam keterangan resmi, Selasa (19/11).

“Sementara itu di sisi produsen, dukungan atas inisiatif baik ini juga meningkat akibat banyaknya perusahaan yang sadar atas risiko bisnis bila mereka tetap berada di ‘business as usual’ dan tidak maju ke ‘responsible business”, lanjut Indah.

Hal ini dapat dibuktikan dengan penerapan sustainable sourcing dan berbagai inovasi yang dilakukan dalam usaha memenuhi tuntutan pasar global atas produk yang berkelanjutan.

Akses Terbuka Bagi Warga Penyandang Disabilitas di Sidamulih dan Bangunsari

Oleh: Perkumpulan Desa Lestari

(Ciamis – 21/10) Warga desa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dalam proses perencanaan dan pembangunan desa.  Desa Sidamulih dan Desa Bangunsari di Ciamis mulai membuka diri untuk memberikan akses bagi para penyandang disabilitas ikut aktif terlibat dalam musyawarah desa. Warga penyandang disabililtas sudah turut menentukan masa depan desa.

Saepul Latif, penyandang disabilitas di Desa Bangunsari dan penerima manfaat program PALUMA Nusantara, yang mengandalkan budidaya bonsai sebagai sumber perekonomian keluarganya.

Hadirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas hingga sekarang belum terlalu signifikan dirasakan oleh warga desa penyandang disabilitas, termasuk dalam lingkup kemasyarakatan perdesaan. Selama ini belum banyak warga penyandang disabilitas yang dilibatkan pada proses perencanaan dan pembangunan desa dalam kerangka pemberdayaan. Kebijakan dan pembangunan bagi penyandang disabilitas cenderung berbasis belas kasihan dan kurang memberdayakan.

Ahen Heryanto, Sekretaris Desa Sidamulih, menuturkan berdasar data Desa Sidamulih ada 80 orang warga penyandang disabilitas dengan berbagai jenis disabilitas. Meskipun saat ini belum ada regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah desa namun beberapa warga penyadang disabilitas sudah diundang dan hadir dalam musyawarah desa. Tidak semua warga disabilitas mau hadir memenuhi undangan kegiatan di Desa, tapi setidaknya sebagian dari seluruh warga penyandang disabiltas terlibat. “Kadang bagi mereka yang tidak bisa datang sendiri karena hambatan berjalan, ada relawan yang siap menjemput,” ujar Ahen juga sebagai Plt. Kepala Desa Sidamulih.

Ahen menambahkan, pembentukan relawan-relawan yang ada difasilitasi oleh PALUMA Nusantara melalui program “Membangun Ketangguhan Indonesia : Memadukan Inklusi, Manajemen Risiko dalam Pembangunan Perdesaan.” Program ini sudah berjalan selama setahun lebih, juga memberikan pelatihan dan pendampingan usaha bagi warga penyandang disabilitas. “Saat ini sedang dirintis usaha kerajinan bambu dan perikanan bagi kelompok penyadang disabilitas, yang nantinya akan menjadi unit usahanya BUMDesa,” tambahnya Ahen.

Kepada Tim Desa Lestari, Nurholis, Sekretaris Desa Bangunsari turut mengatakan warga penyandang disabilitas Desa Bangunsari ada yang menjadi anggota tim penyusun RPJMDesa. Harapannya selain memberikan akses, mereka akan lebih mengetahui kebutuhannya dan dapat diwujudkan melalui program-progam desa. “Pemerintah Desa Bangunsari siap menganggarkan dari APBDesa untuk memberdayakan usaha-usaha penyandang disabilitas,” kata alumnus salah satu perguruan tinggi Yogyakarta ini.

Saepul Latif penyandang disabilitas tuna daksa Desa Bangunsari mengaku senang karena sudah diperhatikan oleh Pemerintah Desa.  Ia berharap agar pembangunan fisik yang ada di desa juga ramah bagi penyandang disabilitas. Terlebih dengan hadirnya pendampingan dari PALUMA Nusantara yang menguatkan keberpihakan kepada warga penyandang disabilitas.  “Dengan sering diundang ke desa untuk ikut musyawarah desa, kami merasa lebih diperhatikan,“ kata Saepul yang saat ini merintis usaha bonsai.

Hal senada disampaikan Kang Herdi, penyandang disabilitas dari Desa Sidamulih yang mengaku kini lebih diperhatikan oleh Pemerintah Desa. Ia jadi lebih percaya diri untuk berbaur dengan warga masyarakat lainnya ketika berkumpul di balai desa. “Saya jadi banyak teman dan saudara,” katanya. (ES)

Riset Aksi Penerapan Pengetahuan Komunitas Lokal

Oleh: BIGS

BIGS bekerjasama dengan Knowledge Sector Initiative melakukan penelitian/riset aksi dan mendorong penerapan pengetahuan komunitas lokal dalam menjaga hutan di kawasan Gunung Ungaran Jawa Tengah.

Di komunitas, BIGS berkolaborasi dengan Sekolah Rakyat Kendal dan didukung oleh Desa Gondang, Kec. Limbangan, Kab. Kendal. Riset aksi difokuskan tentang bagaimana komunitas mengelola pengetahuan serta budaya-budaya lokal yang sudah menjadi kebijaksanaan lokal dan diterapkan untuk waktu yang lama khususnya untuk pelestarian alam.

Transfer metode riset aksi kepada mitra lokal di Kendal memampukan mereka untuk melakukan wawancara mendalam dengan para sesepuh kinunitas untuk mengetahui pengetahuan lokal apa saja yang sebenarnya ada dan selama ini sudah kurang atau bahkan ditinggalkan.

Salah satu temuan pengetahuan atau budaya tersebut adalah Susuk Wangan, yaitu sebuah budaya memelihara mata air dengan cara melakukan upacara tahunan.

Lewat upacara itu masyarakat diingatkan tentang pentingnya menjaga mata air yang berarti juga berdampak pada konservasi hutan-hutan di sekitarnya.

Impactnya, budaya upacara Susuk Wangan dihidupkan kembali sebagai bagian perayaan komunitas