Pengembangan Ekonomi Hijau di Kawasan Petungkriyono

Oleh: Relung Indonesia

Oase Keanekaragaman Hayati di Jawa Tengah

Dalam kurun 10 tahun belakangan Petungkriyono banyak menjadi perbincangan hangat di masyarakat Kabupaten Pekalongan dan Jawa Tengah. Terdapat beberapa isu menarik yang menjadi pusat perhatian masyarakat terkait wilayah kecamatan yang mempunyai tutupan hutan yang masih hijau, hawa sejuk dan air sungai yang masih mengalir jernih ini. Petungkriyono merupakan wilayah dengan hutan yang masih lebat dan beberapa hewan langka seperti Owa Jawa dan Harimau Kumbang di dalamnya. Petungkriyono juga dikenal sebagai penghasil kopi yang enak, baik dari jenis robusta maupun arabica. Kemudian dalam perkembangannya Petungkriyono banyak dikunjungi masyarakat, khususya generasi muda yang ingin berwisata, mengunjungi obyek-obyek alam seperti air terjun atau melakukan kegiatan wisata air seperti water tubing.

Kecamatan Petungkriyono merupakan daerah pegunungan dibagian selatan Kabupaten Pekalongan dengan ketinggian antara 600-2100 meter di atas permukaan air laut. dimana sebagian wilayah merupakan daerah dataran tinggi yang masuk dalam deretan Pegunungan Serayu Utara. Di sebelah selatan wilayah kecamatan ini merupakan Kawasan Dataran Tinggi Dieng yang merupakan salah satu ikon wisata alam di Jawa Tengah. Terdapat rangkaian beberapa gunung di wilayah ini  seperti Gunung Rogojembangan, Gunung Kendalisodo, Gunung Sikeru, Gunung Perbata, Gunung Geni, dan Gunung Kukusan.  Topografi yang bergununug-gunung di selingi hamparan sawah yang berteras-teras, hutan yang masih hijau dan air sungai yang jernih membentuk bentang alam yang sangat indah bagi orang yang memandangnya.

Petungkriyono punya banyak alasan untuk menjadi perhatian kita semua. Irma Damayanti dkk (2018) menyatakan bahwa Petungkriyono paling tidak mempunyai 3 aspek yang menarik untuk kita perhatikan, yaitu: hutan dan keanekargaman hayatinya, peninggalan arkeologis dan juga fenomena bentang alam yang indah. Hal inilah yang menjadi daya tarik kedatangan wisatawan di Petungkriyono yang juga menjadi salah satu penggerak ekonomi masyarakat Petungkriyono.

Hingga saat ini masyarakat telah mengelola lebih dari 10 obyek wisata di Petungkriyono. Obyek tersebut dikelola oleh masyarakat secara pribadi, atau melalui BUMDES dan Pokdarwis. Beberapa obyek juga mendapatkan dukungan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Pekalongan. Berkembangnya obyek wisata yang dikelola masyarakat dan besarnya jumlah pengunjung di Petungkriyono menarik perhatian investor dari luar. Pemerintah Kabupaten pun mulai menyusun rencana untuk memajukan pariwisata di kawasan ini.

Upaya memajukan pariwisata di Petungkriyono oleh berbagai pihak patut untuk diapresiasi. Namun terdapat beberapa hal yang berdasarkan hasil diskusi parapihak dikhawatirkan menjadi dampak negatif dari pengembangan wisata ini. Dampak tersebut berupa peningkatan volume sampah di lahan maupun di aliran sungai serta terbukanya tutupan hutan yang merupakan habitat satwa endemik akibat pelebaran jalan maupun pembangunan infrastruktur wisata lainnya. Untuk itu, Relung Indonesia bersama dengan Yayasan Swaraowa mengusung Program Pengembangan Ekonomi Hijau di Petungkriyono.

Ekonomi Hijau yang dimaksud dalam hal ini adalah sebuah gagasan yang terkait dengan berbagai upaya mengembangkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan dengan berpegang pada prinsip kehati-hatian terhadap resiko penurunan kualitas  lingkungan hidup dan kehidupan sosial masyarakat. Dalam konteks ini maka perlu dianalisa berbagai aspek yang terkait dengan implementasi atau pengembangan dari gagasan tentang ekonomi hijau itu sendiri. Beberapa aspek yang dapat dikaji atau dianalisa terkait dengan pengembangan gagasasan ekonomi hijau ini paling meliputi aspek potensi dan peluang yang ada dan juga persoalan-persoalan yang dianggap akan menghambat dari pengembangan ekonomi hijau sendiri.

Diskursus Tentang Ekonomi Hijau

Diskusi tentang Ekonomi Hijau berarti kita juga sedang mendiskusikan tentang Pembangunan Berkelanjutan sebagai agenda utama pemerintah. Bappenas pada tahun 2014  menyusun sebuah dokumen yang berjudul Prakarsa Strategis Pengembangan Konsep Green Economy.  Dalam dokumen ini ekonomi hijau diartikan dengan:

ekonomi yang terus tumbuh dan memberikan lapangan kerja serta mengurangi kemiskinan, tanpa mengabaikan perlindungan lingkungan, khususnya fungsi ekosistem dan keragaman hayati, serta mengutamakan keadilan sosial[1].

Berdasarkan pengertian di atas maka ekonomi hijau ini dapat diurai ciri atau kharakteristiknya sebagai berikut: (i) peningkatan investasi hijau; (ii) peningkatan kuantitas dan kualitas lapangan pekerjaan pada sektor hijau; (iii) peningkatan pangsa sektor hijau; (iv) penurunan energi/sumberdaya yang digunakan dalam setiap unit produksi; (v) penurunan CO2 dan tingkat polusi per GDP yang dihasilkan; serta (vi) penurunan konsumsi yang menghasilkan sampah (decrease in wasteful consumption).

Ekonomi hijau pertama kali diperkenalkan oleh Pearce et al. pada tahun 1989 sebagai tanggapan terhadap kurangnya penghargaan terhadap biaya lingkungan dan sosial dalam sistem harga saat ini. Sejak itu, konsep ekonomi hijau diperluas. Ekonomi hijau didefinisikan oleh UNEP (United Nations Environment Programme) sebagai salah satu hal yang menghasilkan peningkatan kesejahteraan dan keadilan sosial, yang secara signifikan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologis. Ekonomi hijau dapat secara sederhana didefinisikan sebagai ekonomi yang rendah karbon, efisien sumber daya dan inklusif secara sosial. UNEP menekankan pada pelestarian modal alam, yang meliputi ekosistem dan sumber daya alam.

Konsep ekonomi hijau melengkapi konsep pembangunan berkelanjutan. Sebagaimana diketahui prinsip utama dari pembangunan berkelanjutan adalah “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekonomi hijau merupakan motor utama pembangunan berkelanjutan. Pola hidup masyarakat modern telah membuat pembangunan sangat eksploitatif terhadap sumber daya alam dan mengancam kehidupan. Pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan produksi terbukti membuahkan perbaikan ekonomi, tetapi gagal di bidang sosial dan lingkungan. Sebagai contoh, meningkatnya emisi gas rumah kaca, berkurangnya areal hutan serta musnahnya berbagai spesies dan keanekaragaman hayati. Di samping itu adalah ketimpangan rata-rata pendapatan penduduk negara kaya dengan negara miskin.Tambahkan beberapa versi pengertian tentang ekonomi hijau.

Pengembangan Potensi Ekonomi Petungkriyono Yang Ramah Lingkungan

Implementasi Ekonomi Hijau di  Kawasan Kecamatan Petungkriyono dapat dilakukan melalui pengembangan potensi ekonomi utama di Petungkriyono. Paling tidak terdapat 3 Potensi Ekonomi Utama di Petungkriyono, yaitu:

  1. Pertanian
  2. Kehutanan
  3. Wisata Alam

Pengembangan 3 potensi ekonomi utama tersebut akan mencerminkan “seberapa hijaukah” pengembangan ekonomi di Petungkriyono. Apakah pengembangan sektor pertaniannya sudah mengarah pada pertanian berkelanjutan? Demikian juga pada sektor kehutanan dan juga pengembangan potensi wisata alam yang ada di sana. Oleh karena itu perlu kiranya untuk mengembangkan gagasan tentang ekonomi hijau terhadap ketiga potensi ekonomi utama di atas.

Beberapa kebijakan atau regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah  terkait dengan ketiga sektor diatas dapat dijadikan dasar dalam pengembangan ekonomi yang ramah lingkungan. Di sektor pertanian misalnya, terdapat Keputusan Menteri Pertanian Nomor:42/Permentan/SR.140/5/2007 tentang Pengawasan Pestisida. Permen tersebut mengatur produksi, peredaran, penyimpanan, penggunaan serta pemusnahan. Pada Pasal 11 disebutkan bahwa pengawas berkewajiban untuk melakukan pengawasan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pengelolaan pestisida; melakukan pengawasan terhadap kesesuaian jenis dan dosis pestisida serta komoditas dan organisme sasaran yang diizinkan dalam penggunaan pestisida; melakukan pengawasan efikasi dan resurgensi pestisida akibat penggunaan pestisida; melakukan pengawasan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat akibat pengelolaan pestisida; melakukan pengawasan terhadap residu pestisida pada produk pertanian dan media lingkungan. Dalam hal ini Petungkriyono dapat dikembangkan menjadi daerah pengembangan produk pertanian sehat dan ramah lingkungan misalnya.

Apakah pengelolaan hutan di Petungkriyono sudah mencerminkan pembangunan ekonomi hijau? Jika sudah apa saja indikasinya? Demikian juga jika kita rasa bahwa pengelolaan hutan belum memenuhi beberapa kriteria dari pembangunan ekonomi hija, tentunya ada aspek-aspek tertentu dalam pengelolaan hutan yang perlu kita perbaiki, apakah itu terkait dengan keberadaan lahan kritis, laju illegal logging dan illegal hunting, atau perambahan lahan dll.

[1] Hasil interpretasi dari pengertian oleh UNEP, 2011, tentang Green Economy

 

Pilkada Kapuas Hulu, Formasi-Kh Mendorong Hadirnya Green Leadership

Oleh: Yayasan Merangat

Dalam pertemuan yang berlangsung hangat dan akrab bertempat di Café Fanhaus. FORUM ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL KAPUAS HULU disingkat FORMASI-KH telah berhasil melakukan penyegaran kepengurusan dan sekaligus melengkapi struktur pengurus FORMASI-KH pada hari Kamis (15/10/2020). Dalam pertemuan yang difasilitasi Penabulu Aliance tersebut, Stephanus Mulyadi, putera daerah Kapuas Hulu lulusan Universitas Tehnik Dresden, Jerman, terpilih secara aklamasi sebagai ketua (koordinator) FORMASI-KH yang baru menggantikan Hermas Rintik Maring. Hadir dalam pertemuan tersebut 11 (sebelas) orang perwakilan dari berbagai Civil Society Organisation (CSO) anggota FORMASI-KH.

Ditemui seusai pertemuan tersebut, Hermas Rintik Maring, mantan ketua dan salah satu penggagas berdirinya FORMASI-KH mengungkapkan urgensinya melakukan restrukturisasi kepengurusan FORMASI-KH saat ini.

“Restrukturisasi merupakan bagian dari proses refreshing dan regenerasi. Termasuk di dalamnya melakukan penyesuaian dengan tantangan saat ini. Harapannya dengan adanya pengurus baru dengan beberapa divisi baru di dalam struktur, FORMASI-KH dapat ikut ambil bagian lebih besar dalam menjawab tantangan saat ini, termasuk peningkatan peran organisasi masyarakat sipil (CSO) dalam pembangunan di Kapuas Hulu,” demikian diungkapkan Hermas.

Ditanya apa langkah-langkah yang akan dilakukan oleh FORMASI-KH, Stephanus Mulyadi, pendiri Yayasan Merangat yang sehari-hari aktif di bidang pemberdayaan masyarakat desa dan juga  penggiat pelestarian seni-budaya daerah di Kapuas Hulu, mengatakan ada dua. Pertama, secara internal, pengurus FORMASI-KH akan memperkuat eksistensi dan membangun kekuatan bersama CSO sebagai gerakan social menuju pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Kapuas Hulu. Dan kedua, kita mendorong isu pembangunan berkelanjutan (sustainable development) masuk dalam visi-misi dan rencana kebijakan pembangunan Bupati dan Wakil Bupati Kapuas Hulu terpilih hasil PILKADA Desember 2020 mendatang.

“Kita berharap, siapapun paslon Bupati-Wakil Bupati Kapuas Hulu terpilih, mereka adalah pemimpin ramah lingkungan (green leadership), tutur Stephanus Mulyadi. Kapuas Hulu, menurutnya, membutuhkan pemimpin ramah lingkungan karena diyakini akan mampu menjawab tuntutan kepemimpinan dalam mengatasi kemiskinan, ketertinggalan, kesenjangan dan perubahan iklim khususnya di Kapuas Hulu melalui kebijakan dan aksi yang nyata yang dialakukan. Dia juga akan mampu memberikan perhatian yang tepat terhadap warga masyarakat yang tinggal di pedesaan yang sumber penghidupannya dari lahan atau alam. Pemimpin ramah lingkungan juga akan mampu membangun pondasi sosial – ekonomi dengan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan sumberdaya alam Kapuas Hulu sebagai Kabupaten Konservasi, Heart of Borneo serta cagar biosfer. “Maka kita perlu mendorong hadirnya pemimpin yang peka, paham, mau dan mampu mengupayakan proteksi terhadap keanekaragaman hayati, serta memastikan sumberdaya alam Kapuas Hulu digunakan secara bijaksana untuk hajat hidup masyarakat. FORMASI-KH sendiri telah sepakat untuk mendukung Bupati dan Wakil Bupati terpilih dalam mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan di Kapuas Hulu sesuai dengan kemampuan dan bidang karyanya,” ungkap Stephanus Mulyadi.

Untuk itu, lanjut Stephanus Mulyadi, dalam waktu dekat ini pengurus FORMASI-KH akan mengadakan beberapa seri diskusi. Pertama, akan mengadakan dialog dengan tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh adat untuk menyamakan persepsi tentang isu-isu pembangunan berkelanjutan serta menggali harapan-harapan masyarakat pada ketiga pasang kandidat Bupati-Wakil Bupati terkait isu tersebut. Selanjutnya FORMASI-KH berencana mengadakan dialog dengan ketiga kandidat Bupati dan Wakil Bupati Kapuas Hulu. Selain untuk menyamakan persepsi terhadap pembangunan berkelanjutan juga ingin mendengar komitmen para kandidat terhadap pembangunan berkelanjutan di Kapuas Hulu.

“Komitmen ini penting agar kita memiliki jaminan kepastian pembangunan berkelanjutan masuk di dalam arah kebijakan pembangunan di Kapuas Hulu setelah kandidat terpilih,” pungkasnya.

Karena masih dalam masa pandemi Covid-19 jumlah orang yang hadir dalam acara dialog tersebut akan dibatasi. Namun masyarakat luas tetap dapat mengikutinya karena akan disiarkan secara live streaming dan melalui youtube. (SM)

25 Desa di Lombok Timur Ikuti Pelatihan Proyek ‘ECHO Green’

Oleh: KPSHK

MATARAM – Proyek ECHO Green di Lombok Timur akan mendorong peningkatan kapasitas kelompok petani perempuan dan generasi muda. Sebanyak 25 desa di 3 kecamatan di Kabupaten Lombok Timur akan mengembangkan kapasitasnya di sektor pertanian. Ketiga kecamatan yang menjadi prioritas ECHO Green diantaranya, Kecamatan Sembalun, Kecamatan Suela dan Kecamatan Sambelia.

Sekretaris Daerah Lombok Timur, Drs. HM. Juaini Taopik, MAp saat membuka training yang disponsori ECHO Green berharap, pelatihan tersebut akan mendorong tumbuhnya Kader Desa Tata Ruang dan Tata Guna Lahan yang mampu berperan sebagai fasilitator dalam proses penyusunan Tata Ruang Desa dan Tata Guna Lahan di desa masing-masing secara mandiri.

Selanjutnya dapat mendukung Tim Pemetaan Desa (TPD) dalam membuat Peta Tematik, terutama Peta Sumber Daya Alam Desa dan Peta Penggunaan Lahan Pertanian Desa. Serta Peta Tematik lainnya yaitu Peta Kerentanan Bencana, Peta Tata Kelola Sumber Daya Air dan Irigasi (Hidrologi), dan Peta Kawasan Konservasi Tinggi (NKT/HCV).

“Training ini tentang Perencanaan Tata Ruang dan Tata Guna Lahan Desa yang Inklusif Berbasis Perempuan dan Pemuda untuk Pertanian Berkelanjutan untuk Kader Desa di Kabupaten Lombok Timur,” ujar Sekda Lotim Juaini Taopik .

Dihadapan peserta training yang diutus dari masing-masing kader desa, kecamatan se Lombok Timur, Sekda Juaini Taopik bahwa ECHO Green akan memfasilitasi pertemuan kepala desa di tiap kecamatan untuk membahas perencanaan Tata Ruang dan Tata Guna Lahan Desa, Memperkuat pemahaman dan kapasitas teknis para pihak di lokasi program ECHO Green serta membina kader sebagai fasilitator lokal dalam melakukan Tata Ruang Desa dan Tata Guna Lahan yang dapat menjamin pemenuhan hak ekonomi perempuan dan pemuda kelompok tani.

Diharapkan dari pelaksanaan kegiatan pelatihan ini para kader dapat mendukung pelaksanaan penyusunan Tata Ruang Desa dan Tata Guna Lahan Desa melalui ECHO Green. Disamping itu akan memperkuat keterlibatan perempuan dan pemuda dalam pembangunan desa di bawah tatanan desa yang baru berdasarkan Undang-Undang Desa bahwa Pemerintah Desa memiliki wewenang untuk menyusun Rencana Tata Ruang Desa dan Rencana Tata Guna Lahan Desa yang terintegrasi. Artinya, proses-proses perencanaan yang dilakukan harus partisipatif, memastikan keterlibatan efektif perempuan, generasi muda dan kelompok-kelompok terpinggirkan lainnya.

Berdasarkan hal tersebut ECHO Green telah menyusun modul/guideline yang merujuk pada toolkits
analisis gender, UU Desa, UU Perencanaan Tata Ruang, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 41/2007
tentang klasifikasi penggunaan lahan, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 20/2007 tentang Pedoman Analisis Teknis dalam Perencanaan Tata Ruang.

Selain itu Pedoman ini juga telah mengadaptasi dan menggabungkan metode Penilaian cepat partisipatif dan perencanaan penggunaan lahan berbasis masyarakat.

Kegiatan ini pun dapat mengimplementasikan penggunaan pedoman tersebut diperlukan pelatihan (Training) di tingkat kabupaten. Yaitu, Pelatihan Perencanaan Tata Ruang dan Tata Guna Lahan Desa yang Inklusif untuk OMS, perangkat pemerintah desa dan kecamatan, dan pemimpin kelompok perempuan dan pemuda di tingkat kabupaten (Training on Inclusive Village Spatial and Land-Use Planning for CSOs, Village and Sub-District Government Apparatus, and Women and Youth Group Leaders at District Level).

Tak kalah pentingnya, memfasilitasi pembentukan Tim Pelaksanan Desa (TPD) dalam melakukan Pemetaan melalui Tim Pemetaan Desa dan penyusunan Peraturan Desa melalui Tim Penyusunan Perdes terkait Tata
Ruang Desa yang melibatkan perwakilan kelompok perempuan dan pemuda di tiap desa.

Pelatihan ECHO Green berlangsung di salah satu hotel di kawasan Senggigi berlangsung dari tanggal 6-9 Oktober 2020 mendatang. Dalam.pelatihan tersebut, peserta diharuskan memperhatikan protokol kesehatan. (wr-dy)

Sumber: https://ntb.siberindo.co/06/10/2020/25-desa-di-lombok-timur-ikuti-pelatihan-proyek-echo-green/

Mata Pencaharian Berkelanjutan Masyarakat di Sekitar Kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling, Riau

Oleh: YAPEKA

Bentang alam Rimbang Baling merupakan kawasan strategis di tengah Sumatera yang menjadi tempat hidup beragam jenis satwa dan tumbuhan langka, serta menjadi habitat kunci harimau Sumatera. Berada di bagian barat daya propinsi Riau dengan sebagian wilayahnya mencakup propinsi Sumatra Barat, wilayah ini juga merupakan hulu dan daerah tangkapan air utama di Sumatera bagian Selain itu, kawasan ini juga telah dihuni masyarakat secara turun temurun yang menggantungkan hidupnya dari sumberdaya alamnya. Dengan demikian, keberadaan kawasan hutan BRBB mempunyai peran yang sangat strategis, baik bagi keberadaan satwa, khususnya harimau, maupun masyarakat yang berada dalam maupun di sekitar kawasan yang telah menempati desa-desa tersebut sebelum Bukit Rimbang Bukit Baling ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa.

Pemanfaatan lahan pekarangan lebih produktif

Saat ini, Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (SM BRBB) tidak terlepas dari ancaman, berupa perburuan liar, illegal logging, perambahan, perubahan fungsi kawasan dan perubahan tutupan lahan. Untuk itu diperlukan pendekatan dan kerjasama semua pihak untuk dapat mengatasi ancaman tersebut, termasuk pelibatan masyarakat secara aktif melalui program mata pencaharian berkelanjutan sesuai potensi yang dimiliki yang dapat berkontribusi terhadap pengurangan tekanan kedalam kawasan hutan.

Pada tahun 2015, YAPEKA bersama Mitra melakukan kegiatan perlindungan Kawasan dan pengembangan masyarakat dan mata pencaharian berkelanjutan untuk mendukung konservasi alam. Pemberdayaan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya melalui pendekatan co-benefit melalui penggalian pengetahuan, praktik dan memahami sikap masyarakat terkait konservasi dan berbagai aspek terkaitnya, identifikasi potensi sumber pendapatan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, pengembangan energy ramah lingkungan, pengembangan ekowisata.

YAPEKA dan Mitra telah bekerja secara sistematis dan tekun di lapangan; mulai dari memahami persoalan dan potensi, dan bersama-sama mengajak masyarakat di 10 desa target untuk mengembangkan berbagai potensi mata pencaharian berkelanjutan yang ramah lingkungan serta Beberapa demplot, baik untuk energy terbarukan seperti solar cell, pikohidro, biogas, dan pertanian berkelanjutan dengan memanfaatkan pekarangan telah dibangun bersama dengan masyarakat di wilayah yang dianggap strategis serta pengembangan agroforestry. YAPEKA dan Mitra secara aktif juga terlibat dalam pendampingan penyempurnaan RPJMDesa dimana aspek-aspek lingkungan/konservasi menjadi bagian penting kegiatan di tingkat desa. Sementara itu, berdasarkan potensi wisata, telah dikembangkan rencana pengelolaan ekowisata dan peningkatan kapasitas masyarakat di 3 desa. Secara perlahan, dialog antara pengelola kawasan, dan masyarakat sekitar kawasan, kini mulai tampak lebih cair. Perencanaan juga dilakukan di level desa dengan melakukan kajian kebijakan terkait dengan KPHK dan masyarakat, pemetaan kondisi desa, dan pendampingan RPJMDes yang berwawasan lingkungan. Program ini juga mendukung penyebaran informasi melalui radio komunitas dan telah terbentuk satu radio komunitas yaitu Radio Komunitas “Lintas Subayang”.

YAPEKA dan Mitra terus berkomitmen bersama masyarakat setempat, Pemerintah, serta pihak terkait dapat berkontribusi di Rimbang Baling untuk mendukung kelestarian kekayaan hayati dan pendampingan kepada masyarakat untuk peningkatan kesejahteraan Sinergi pengelolaan Kawasan dan pembedayaan masyarakat antara Pemerintah Pusat, Daerah dan Desa sangat diperlukan untuk mewujudkan upaya-upaya tersebut.

Pendampingan RPJMDesa

Peningkatan Manajemen Keuangan Dan Pemasaran Kelompok Perempuan

Oleh: KPSHK

Peningkatan Manajemen Keuangan dan Manajemen Pemasaran Produk Kelompok Perempuan HKm Sambelia

Kelompok Wanita Tani (KWT) Bangkit Bersama Desa Sugian dan KWT Wana Lestari Desa Dara Kunci, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur dibentuk untuk memaksimalkan potensi hasil hutan bukan kayu, sebagai pendapatan alternatif baru dari Buah Mete sebagai potensi terbesar di Hutan Kemasyarakatan (HKm) Sambelia.

Pemanfaatan potensi NTFP telah berhasil memberikan sumber ekonomi baru. KWT kini mulai diperhatikan oleh pemerintah desa dan daerah, seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan  Dinas Koperasi.

Program pemberdayaan kelompok perempuan yang di dukung oleh GAGGA melalui NTFP-EP Asia yang dilakukan oleh KpSHK kali ini adalah penguatan manajemen kelompok, manejemen keuangan dan manajemen pemasaran.

Peningkatan kemampuan kelompok perempuan secara berkala telah dilakukan KpSHK melalui dampingan jarak jauh (virtual) demi mematuhi protokol kesehatan pencegahan penyebaran pandemi Covid-19 yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pembuatan dan penjelasan Seri-I Modul Penguatan Manajemen Kelompok, Seri-II Modul Peningkatan Manajemen Keuangan (Data Base), dan Seri-III Modul Pemasaran Media Online.

Peningkatan Manajemen Keuangan Kelompok Perempuan melaui pembuatan Aplikasi Akutansi Dasar dan Data Base, untuk mempermudah kelompok dalam pencatatan atau pembukuan keuangan secara digital dan penyimpanan database dengan alur aplikasi berbasis web.

Memasuki masa Adapatasi Kebiasaan Baru (New Normal) yang ditetapkan pemerintah Indonesia, penerbangan Jakarta-Lombok dapat dilakukan dengan mematuhi persyaratan rapid-test, maka pelatihan secara langsung dilaksanakan di Desa Sugian seperti Pelatihan Pemasaran Memanfaatkan Sosial Media, dengan narasumber Rima Yunita Diantari, S.E., MM.Par.  Peltihan bertujuan membuka peluang pemasaran yang lebih luas melalui sosial media diantaranya instagram. Perempuan juga dilatih membuat foto produk menarik dengan berbagai teknik.

Rima Yunita Diantari, S.E., MM.Par  Perempuan asli Lombok yang juga alumnus S2 Pariwisata Bandung ini menjelaskan Pemasaran Menggunakan Sosial Media kepada Kelompok Perempuan Bangkit Bersama HKm Sambelia, di Desa Sugian (Sugian, 25-26/07/2020)

“Ada Peningkatan harga dari sebuah produk jika dikemas dengan baik” jelas Rima. Rima juga menyampaikan salah satu jurus laris adalah “Semakin mahal semakin laris”.  Jurus ini bisa diterapkan dengan memperbaiki kemasan yang berisi beberapa paket produk yang biasa disebut hampers. Jurus lainnya adalah 3 P yaitu “Penasaran, Pengen Beli dan Puaskan”.

Rima sebagai narasumber dan pelatih kegiatan pemasaran melalui media online juga menjelaskan salah satu aplikasi pemasaran online melalui instagram.

Peserta kelompok perempuan langsung praktek membuat akun instragram diantaranya @KWTDarKun, @davidaviku, @reselersugianmete.kamariah, @dianresellermetesugian.

Kegiatan pendampingan langsung juga dilaksanakan pada tanggal 24-28 Juli 2020, untuk mengevaluasi perkembangan dan permasalahan kelompok perempuan, serta berdiskusi dengan Kepala Dinas Koperasi Kabupaten Lombok Timur.

Fahrul Zaelani (KPSHK) menjelaskan Akutansi Dasar, Buku Akutansi, Laporan Neraca, dan Laporan Laba-Rugi. Peserta juga membahas contoh kasus dan menggunakan aplikasi dengan rumus excel.

Hj. Rasmiah Kepala Dinas Koperasi Lombok Timur menjelaskan terkait prioritas kelompok perempuan Desa Sugian dan Dara Kunci sebagai kelompok unggulan Usaha Kecil Menengah (UKM), sebagai kelompok yang diprioritaskan mendapat bantuan uang tunai serta alat produksi.

“Strategi Dinas Koperasi akan melakukan kunjungan lapangan rutin untuk kelompok-kelompok yang aktif dalam produksi dan penjualannya” jelas Rasmiah.

Pemantauan dan Evaluasi Sistem Pengawasan Keuangan Desa (SIPAKADES)

Oleh: Relung Indonesia

Pemantauan dan Evaluasi Sistem Pengawasan Keuangan Desa (SIPAKADES) di Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMPD) Pemerintah Kabupaten Tangerang pada tanggal 07 Juli 2020. SIPAKADES merupakan satu buat sistem yang dibuat atas inisiatif Bagian Keuangan Dan Aset DPMPD Pemkab Tangerang. Sistem ini dibuat untuk meningkatkan Tugas dan Fungsi Pemerintah Kabupaten dalam melakukan Bimbingan dan Pengawasan terhadap Pengelolaan Keuangan Desa. Sistem ini memuat Anggaran dan Belanja Desa, Rencana Pendapatan, Rencana Belanja,  Rencana Pencairan, Pengajuan Pencairan, Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Anggaran, dan Pendokumentasian Pengelolaan Keuangan Desa. Sistem ini tidak hanya digunakan untuk satu sumber (Dana Desa) Saja. Namun juga terkait dengan sumber-sumber pendapatan yang lainnya. Selain dimanfaatkan untuk mengawasi pencairan, sistem ini juga dipakai untuk melakukan bimbingan kepada Pemerintah Desa. Khususnya berkaitan dengan penyusunan laporan setiap penggunaan anggaran yang sudah dicairkan. Melalui pemanfaatan sistem ini, DPMPD Kabupaten Tangerang dapat melakukan bimbingan kepada Pemerintah Desa agar lebih tertib pelaporan, sehingga prinsip akuntabilitas dapat dipenuhi.

Penyusunan SIPAKADES disusun oleh PT Penabulu Wikara Pranata sebagai Konsultan penyedia layanannya. SIPAKADES dikerjakan selama 3 bulan sejak bulan Januari 2020 dan mulai diujicoba penggunaannya pada pencairan 1 Dana Desa pada bulan April 2020. Pemantauan dilaksanakan untuk mengetahui kendala dan masalah yang terjadi dalam pemanfaatan SIPAKADES. Secara umum sistem tidak mengalami kendala. Hanya ketersediaan ruang penyimpanan yang masih terus dinaikkan kapasitasnya kembali karena kebutuhan penyimpanan dokumennya semakin banyak. Langkah ini dilaksanakan untuk mengetahui kebutuhan riil ruang penyimpanan dokumen yang dibutuhkan setiap tahun. Sehingga sistem ini dapat terus berjalan dengan baik.

Hari Sampah Nasional

Oleh: Kalimantan Institute

Putussibau, 21 Februari 2020. Yayasan kalimantan Institute menginisiasi Gerakan Pemud Peduli Sampah di Kabupaten Kapuas Hulu. Hal ini sebagai gerakan bersama dalam rangka Hari Peduli Sampah Nasional, 21 Februari 2020. Tujuannya dari gerakan ini adalah membangun kesadaran para pemuda agar peduli sampah, serta melakukan kampanye bersama tentang dampak dari membuang sampah sembarangan.

Kegiatan yang dilakukan selama 1 hari ini berhasil menghimpun 210 pemuda/i yang terdiri dari berbagai komunitas di Kabupaten Kapuas Hulu. Komunitas – komunitas yang tergabung dalam gerakan ini di antaranya adalah Putussibau Art Community (PAC), WWF Landscap Hulu Kapuas, Komunitas Pencita Alam Kapuas Hulu, Anak – anak pramuka dan berbagai komunitas lainnya.

Rangkaian kegiatan ini dimulai dengan pengarahan dari pimpinan Yayasan Kalimantan Institute. Selanutnya melakukan pengumpulan sampah bersama sambil membawa tulisan terkait pentingnya membuang sampa pada tempatnya dan memasang beberapa tulisan terkait tema dimaksud. Pengumpulan sampah dan kempanye pentingnya membuang sampah pada tempatnya ini dilakukan di tempat – tempat umum dan sekitar perkantoran pemerintah kabupaten.

Hal ini dilakukan agar semakin banyak orang yang sadar dan peduli terhadap sampah, termasuk pemerintah daerah. Kegiatan serupa akan dilakukan disetiap tahunnya dan melibatkan banyak pihak. Selain turun ke jalan, kampanye membangun kepedulian masyarakat terkait sampah juga dilakukan melalui media social.

Pengelolaan Kawasan Pesisir Berkelanjutan Berbasis Masyarakat di Desa Bulutui, Sulawesi Utara

Wilayah perikanan tradisional penting dan zona pengaturan tangkapan gurita

Oleh: YAPEKA

Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi yang kaya sumber daya alam hayati laut dan menjadi tempat wisata laut. Potensi sumberdaya alam yang dimiliki Sulawesi Utara memiliki prospek untuk dikembangkan guna menunjang pembangunan berkelanjutan daerah. Pemanfaatan yang berlebihan terhadap sumber daya pesisir/laut dapat menyebabkan terganggunnya ekosistem dan penghidupan masyarakat setempat. Oleh karena itu diperlukan pendekatan dan peran serta parapihak agar aspek konservasi dan ekonomi masyarakat dapat berjalan beriringan.

Proses penimbangan gurita

YAPEKA bersama Mitra (Blue Venture) melakukan pendampingan kepada masyarakat di Kabupaten Minahasa Utara, tepatnya di Desa Bulutui, Kecamatan Likupang Barat. Masyarakat setempat didorong untuk lebih peduli dengan kelestarian kondisi ekosisitem pesisirnya, terutama kawasan lautnya. Inisiasi yang dilakukan dengan pengelolaan habitat (gurita/octopus) melalui temporary closure. Posisi zona buka tutup seluas 22,9 Ha (Napo Illa) memiliki jarak terdekat dengan Desa Bulutui sejauh 1,6 km. Zona ini merupakan salah satu lokasi tangkap gurita nelayan tradisional Desa Bulutui. Inisiasi ini dimulai dari tahun 2017 hingga saat ini masih berjalan. Perhatian dari Desa Bulutui sangat serius dimana desa mengeluarkan Peraturan Kepala Desa (PERKADES) No. 1 tahun 2019. PERKADES ini juga mengatur pengelolaan zona tersebut dan sanksi untuk nelayan yang melanggar.

Zona buka tutup gurita merupakan salah satu upaya meningkatkan nilai ekonomi gurita dengan mengatur waktu penangkapan di salah satu lokasi tangkap gurita nelayan tradisional Bulutui. Zona yang diinisiasi ini merupakan zona yang pertama di Sulawesi Utara yang diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah-daerah lainnya. Gurita di zona ini hanya boleh ditangkap dalam waktu 3 bulan sekali dengan masa tangkap selama 7 hari, setelahnya lokasi akan ditutup kembali. Diharapkan dengan zona ini, nelayan dapat menangkap gurita dengan bobot yang besar dimana berbanding lurus dengan nilai ekonomi yang didapat. Ketika zona ini ditutup, nelayan gurita masih bisa menangkap gurita di titik lain yang menjadi lokasi tangkap gurita nelayan tradisional di Bulutui.

Laporan hasil tangkapan untuk penyusunan pengelolaan perikanan gurita

Masyarakat desa yang berada di wilayah pesisir menggantungkan hidup dari hasil laut, sehingga sangat penting untuk menjaga pesisir dan lautnya. Menjaga laut adalah menjaga masa depan anak cucu kita semua.

 

Revolusi Data Desa

Oleh: Sinergantara

Sinergantara memprakarsai Revolusi Data di kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur pada tahun 2017. Tujuan dari Revolusi Data adalah agar pembangunan khususnya perencanaan dan implementasi pembangunan desa dapat lebih tepat sasaran, serta identifikasi persoalan dan potensi desa dapat dilakukan lebih baik.

Ide revolusi Data untuk mencapai itu adalah dengan memfasilitasi masyarakat dan pemerintah desa untuk dapat membangun data mereka sendiri serta memfasilitasi pemanfaatan data pembangunan untuk kepentingan mereka. Revolusi Data memanfaatkan teknologi Data Baru, participatory data mapping dan visualisasi data.