Pengembangan Ekonomi Hijau di Kawasan Petungkriyono

Oleh: Relung Indonesia

Oase Keanekaragaman Hayati di Jawa Tengah

Dalam kurun 10 tahun belakangan Petungkriyono banyak menjadi perbincangan hangat di masyarakat Kabupaten Pekalongan dan Jawa Tengah. Terdapat beberapa isu menarik yang menjadi pusat perhatian masyarakat terkait wilayah kecamatan yang mempunyai tutupan hutan yang masih hijau, hawa sejuk dan air sungai yang masih mengalir jernih ini. Petungkriyono merupakan wilayah dengan hutan yang masih lebat dan beberapa hewan langka seperti Owa Jawa dan Harimau Kumbang di dalamnya. Petungkriyono juga dikenal sebagai penghasil kopi yang enak, baik dari jenis robusta maupun arabica. Kemudian dalam perkembangannya Petungkriyono banyak dikunjungi masyarakat, khususya generasi muda yang ingin berwisata, mengunjungi obyek-obyek alam seperti air terjun atau melakukan kegiatan wisata air seperti water tubing.

Kecamatan Petungkriyono merupakan daerah pegunungan dibagian selatan Kabupaten Pekalongan dengan ketinggian antara 600-2100 meter di atas permukaan air laut. dimana sebagian wilayah merupakan daerah dataran tinggi yang masuk dalam deretan Pegunungan Serayu Utara. Di sebelah selatan wilayah kecamatan ini merupakan Kawasan Dataran Tinggi Dieng yang merupakan salah satu ikon wisata alam di Jawa Tengah. Terdapat rangkaian beberapa gunung di wilayah ini  seperti Gunung Rogojembangan, Gunung Kendalisodo, Gunung Sikeru, Gunung Perbata, Gunung Geni, dan Gunung Kukusan.  Topografi yang bergununug-gunung di selingi hamparan sawah yang berteras-teras, hutan yang masih hijau dan air sungai yang jernih membentuk bentang alam yang sangat indah bagi orang yang memandangnya.

Petungkriyono punya banyak alasan untuk menjadi perhatian kita semua. Irma Damayanti dkk (2018) menyatakan bahwa Petungkriyono paling tidak mempunyai 3 aspek yang menarik untuk kita perhatikan, yaitu: hutan dan keanekargaman hayatinya, peninggalan arkeologis dan juga fenomena bentang alam yang indah. Hal inilah yang menjadi daya tarik kedatangan wisatawan di Petungkriyono yang juga menjadi salah satu penggerak ekonomi masyarakat Petungkriyono.

Hingga saat ini masyarakat telah mengelola lebih dari 10 obyek wisata di Petungkriyono. Obyek tersebut dikelola oleh masyarakat secara pribadi, atau melalui BUMDES dan Pokdarwis. Beberapa obyek juga mendapatkan dukungan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Pekalongan. Berkembangnya obyek wisata yang dikelola masyarakat dan besarnya jumlah pengunjung di Petungkriyono menarik perhatian investor dari luar. Pemerintah Kabupaten pun mulai menyusun rencana untuk memajukan pariwisata di kawasan ini.

Upaya memajukan pariwisata di Petungkriyono oleh berbagai pihak patut untuk diapresiasi. Namun terdapat beberapa hal yang berdasarkan hasil diskusi parapihak dikhawatirkan menjadi dampak negatif dari pengembangan wisata ini. Dampak tersebut berupa peningkatan volume sampah di lahan maupun di aliran sungai serta terbukanya tutupan hutan yang merupakan habitat satwa endemik akibat pelebaran jalan maupun pembangunan infrastruktur wisata lainnya. Untuk itu, Relung Indonesia bersama dengan Yayasan Swaraowa mengusung Program Pengembangan Ekonomi Hijau di Petungkriyono.

Ekonomi Hijau yang dimaksud dalam hal ini adalah sebuah gagasan yang terkait dengan berbagai upaya mengembangkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan dengan berpegang pada prinsip kehati-hatian terhadap resiko penurunan kualitas  lingkungan hidup dan kehidupan sosial masyarakat. Dalam konteks ini maka perlu dianalisa berbagai aspek yang terkait dengan implementasi atau pengembangan dari gagasan tentang ekonomi hijau itu sendiri. Beberapa aspek yang dapat dikaji atau dianalisa terkait dengan pengembangan gagasasan ekonomi hijau ini paling meliputi aspek potensi dan peluang yang ada dan juga persoalan-persoalan yang dianggap akan menghambat dari pengembangan ekonomi hijau sendiri.

Diskursus Tentang Ekonomi Hijau

Diskusi tentang Ekonomi Hijau berarti kita juga sedang mendiskusikan tentang Pembangunan Berkelanjutan sebagai agenda utama pemerintah. Bappenas pada tahun 2014  menyusun sebuah dokumen yang berjudul Prakarsa Strategis Pengembangan Konsep Green Economy.  Dalam dokumen ini ekonomi hijau diartikan dengan:

ekonomi yang terus tumbuh dan memberikan lapangan kerja serta mengurangi kemiskinan, tanpa mengabaikan perlindungan lingkungan, khususnya fungsi ekosistem dan keragaman hayati, serta mengutamakan keadilan sosial[1].

Berdasarkan pengertian di atas maka ekonomi hijau ini dapat diurai ciri atau kharakteristiknya sebagai berikut: (i) peningkatan investasi hijau; (ii) peningkatan kuantitas dan kualitas lapangan pekerjaan pada sektor hijau; (iii) peningkatan pangsa sektor hijau; (iv) penurunan energi/sumberdaya yang digunakan dalam setiap unit produksi; (v) penurunan CO2 dan tingkat polusi per GDP yang dihasilkan; serta (vi) penurunan konsumsi yang menghasilkan sampah (decrease in wasteful consumption).

Ekonomi hijau pertama kali diperkenalkan oleh Pearce et al. pada tahun 1989 sebagai tanggapan terhadap kurangnya penghargaan terhadap biaya lingkungan dan sosial dalam sistem harga saat ini. Sejak itu, konsep ekonomi hijau diperluas. Ekonomi hijau didefinisikan oleh UNEP (United Nations Environment Programme) sebagai salah satu hal yang menghasilkan peningkatan kesejahteraan dan keadilan sosial, yang secara signifikan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologis. Ekonomi hijau dapat secara sederhana didefinisikan sebagai ekonomi yang rendah karbon, efisien sumber daya dan inklusif secara sosial. UNEP menekankan pada pelestarian modal alam, yang meliputi ekosistem dan sumber daya alam.

Konsep ekonomi hijau melengkapi konsep pembangunan berkelanjutan. Sebagaimana diketahui prinsip utama dari pembangunan berkelanjutan adalah “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”. Sehingga dapat dikatakan bahwa ekonomi hijau merupakan motor utama pembangunan berkelanjutan. Pola hidup masyarakat modern telah membuat pembangunan sangat eksploitatif terhadap sumber daya alam dan mengancam kehidupan. Pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan produksi terbukti membuahkan perbaikan ekonomi, tetapi gagal di bidang sosial dan lingkungan. Sebagai contoh, meningkatnya emisi gas rumah kaca, berkurangnya areal hutan serta musnahnya berbagai spesies dan keanekaragaman hayati. Di samping itu adalah ketimpangan rata-rata pendapatan penduduk negara kaya dengan negara miskin.Tambahkan beberapa versi pengertian tentang ekonomi hijau.

Pengembangan Potensi Ekonomi Petungkriyono Yang Ramah Lingkungan

Implementasi Ekonomi Hijau di  Kawasan Kecamatan Petungkriyono dapat dilakukan melalui pengembangan potensi ekonomi utama di Petungkriyono. Paling tidak terdapat 3 Potensi Ekonomi Utama di Petungkriyono, yaitu:

  1. Pertanian
  2. Kehutanan
  3. Wisata Alam

Pengembangan 3 potensi ekonomi utama tersebut akan mencerminkan “seberapa hijaukah” pengembangan ekonomi di Petungkriyono. Apakah pengembangan sektor pertaniannya sudah mengarah pada pertanian berkelanjutan? Demikian juga pada sektor kehutanan dan juga pengembangan potensi wisata alam yang ada di sana. Oleh karena itu perlu kiranya untuk mengembangkan gagasan tentang ekonomi hijau terhadap ketiga potensi ekonomi utama di atas.

Beberapa kebijakan atau regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah  terkait dengan ketiga sektor diatas dapat dijadikan dasar dalam pengembangan ekonomi yang ramah lingkungan. Di sektor pertanian misalnya, terdapat Keputusan Menteri Pertanian Nomor:42/Permentan/SR.140/5/2007 tentang Pengawasan Pestisida. Permen tersebut mengatur produksi, peredaran, penyimpanan, penggunaan serta pemusnahan. Pada Pasal 11 disebutkan bahwa pengawas berkewajiban untuk melakukan pengawasan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pengelolaan pestisida; melakukan pengawasan terhadap kesesuaian jenis dan dosis pestisida serta komoditas dan organisme sasaran yang diizinkan dalam penggunaan pestisida; melakukan pengawasan efikasi dan resurgensi pestisida akibat penggunaan pestisida; melakukan pengawasan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat akibat pengelolaan pestisida; melakukan pengawasan terhadap residu pestisida pada produk pertanian dan media lingkungan. Dalam hal ini Petungkriyono dapat dikembangkan menjadi daerah pengembangan produk pertanian sehat dan ramah lingkungan misalnya.

Apakah pengelolaan hutan di Petungkriyono sudah mencerminkan pembangunan ekonomi hijau? Jika sudah apa saja indikasinya? Demikian juga jika kita rasa bahwa pengelolaan hutan belum memenuhi beberapa kriteria dari pembangunan ekonomi hija, tentunya ada aspek-aspek tertentu dalam pengelolaan hutan yang perlu kita perbaiki, apakah itu terkait dengan keberadaan lahan kritis, laju illegal logging dan illegal hunting, atau perambahan lahan dll.

[1] Hasil interpretasi dari pengertian oleh UNEP, 2011, tentang Green Economy