Pengembangan Energi Mandiri Berkelanjutan

Oleh: Relung Indonesia

Sesungguhnya BBM bukanlah satu-satunya sumber energi, apalagi bagi penopang kebutuhan masyarakat. Adanya berbagai keterbatasan dalam hal suplai BBM terutama yang berasal dari fosil, maka Indonesia harus mengembangkan berbagai alternative sumber energi, baik berupa bioenergy (kayu bakar, arang/briket, etanol,  biogas), energi mikrohidro, energi surya dan energi bayu (angin). Selain meningkatkan keragaman sumber energi, Indonesia juga perlu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memproduksi, mengelola dan memanfaatkan berbagai sumber energi tadi. Hal ini merupakan bagian dari penguatan kemandirian enrgi supaya tidak terlalu bergantung dari supplay energi yang mainstream.

Menyelamatkan Hutan Merapi-Merbabu dengan Pengembangan Biogas

Kayu merupakan sumber energi utama bagi masyarakat yang tinggal di lereng Gunung Merapi dan Merbabu tidak terkecuali masyarakat yang tinggal di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Program konversi minyak tanah kebahan bakar gas pun belum mampu mengalihkan pilihan masyarakat dari kayusebagai sumber energi utama. Kayu masih menjadi pilihan utama masyarakat di Selo karena dirasa murah (gratis) oleh masyarakat walaupun sebenarnya untuk mendapatkannya juga tidak mudah. Masyarakat harus menebang di kawasan hutan yang cukup jauh jaraknya serta medan yang terjal.

Kegiatan penebangan kayu yang dilakukan oleh masyarakat ternyata mengancam kelestarian kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dan Merbabu (TNGMb). Penebangan kayu itu telah menyebabkan degradasi dan deforestasi yang cukup signifikan mengancam flora maupun faunaendemic kawasan itu. Perpaduan kondisi biofisik kawasan yang curam semakin memperparah dampak penebangan kayu bagi kedua kawasan yang berfungsi sebagai sistem penyangga daerah tangkapan air ini. Beberapa yang sudah dirasakan oleh masyarakat disekitar lereng kedua gunung adalah erosi, longsor, sampai dengan matinya beberapa sumber mata air.

Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Selo bermata pencaharian mayoritas (80%) sebagai petani dan peternak sapi. Sampai dengan saat ini terdapat tidak kurang dari 4.000 populasi sapi di Selo (Monografi, 2017). Jumlah populasi sapi di Selo sangat besar dan bisa menjadi potensi solusi atas permasalahan tingginya ketergantungan kayu bakar. Pemanfaatan kotoran sapi untuk mengurangi ketergantungan kayu bakar sudah dimulai oleh Kelompok Tani Karya Manunggal di Desa Samiran, Kec. Selo. Mereka memanfaatkan kotoran sapi menjadi energi sebagai pengganti kayu bakar melalui biogas.

Biogas pertama yaitu dari Kelompok Tani Karya Manunggal di bangun tahun 2011. Pada awalnya masih banyak anggota petani yang meragukan teknologi biogas ini. Seiring dengan waktu, pemilik biogas merasakan manfaat langsung dari penggunaan biogas tersebut. Pemakaian kayu bakar berkurang menjadi 40%, mengurangi pemakaian gas elpiji sampai 100%, masak menjadi lebih nyaman dan tidak terganggu oleh asap kayu bakar, kandang sapi menjadi lebih bersih dan manfaat langsung lainnya. Akhirnya selang 3 tahun (2014) seluruh anggota kelompok Karya Manunggal yang berjumlah 43 orang sudah memiliki instalasi biogas dengan berbagai kapasitas mulai dari 4m3 – 12m3.

Instalasi biogas yang dibangun oleh anggota kelompok tani Karya Manunggal merupakan hasil pembelajaran dari berbagai referensi. Sampai pada akhirnya mereka menemukan teknologi instalasi yang sesuai dengan kebutuhan dan berbiaya murah.  Biogas dengan kapasitas 4m3 mereka hanya membutuhkan biaya sebesar 3 juta rupiah, sedangkan untuk membangun instalasi biogas kapasitas 12m3 hanya mmbutuhkan biaya 6 juta. Biaya instalasi biogas mereka menjadi lebih murah karena menggunakan sistem gotong royong. Pembangunan dilakukan Bersama-sama dan secara sukarela. Sampai saat ini kampung mereka terkenal dengan kampung biogas.

Dari hasil studi yang dilakukan tahun 2014, untuk setiap unit biogas kapasitas 4m3 ternyata mampu mengurangi pemakaian kayu bakar setara dengan 1 pohon akasia dekuren dalam 1 bulan. Artinya, untuk setiap unit biogas telah mencegah pemiliknya untuk melakukan penebangan satu pohon selama sebulan atau setara dengan 12 pohon/tahun. Jika dikalkulasi lebih jauh, dalam satu kelompok Karya Manunggal telah berkontribusi dalam pelestarian kawasan taman nasional Gunung Merapi dan Gunung Merbabu dengan tidak menebang pohon disekitar kawasan kedua taman nasional sebanyak 516 pohon/tahun.

Atas keberhasilan ini, kampung biogas Karya Manunggal menjadi percontohan banyak pihak dalam pembangunan biogas. Bahkan beberapa dari anggota kelompok menjadi fasilitator dan trainer bagi warga lain disekitar lereng Gunung Merapi dan Merbabu.