Ladang Adalah Sekolah: Aktivitas Menugal (Menanam Padi) Masyarakat Dayak Pangin Orung Daa’an
Oleh: Kalimantan Institute
Embun pagi masih menyelimuti sebuah kampung kecil Dusun Nanga Arong yang terletak di Desa Nanga Raun, Kecamatan Kalis, Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat meskipun waktu sudah menunjukkan pukul 06.30 Wib. Kami (tim Kalimantan Institute) terlambat bangun setelah malamnya ngobrol sampai larut bersama anak – anak Sekolah Adat Togung Tebirung Nanga Arong dan Masyarakat Dusun Nanga Arong.
Ketika kami masih saling bertukar pikiran sambil menikmati secangkir kopi, terdengar suara Kevin, anak laki-laki berumur sekitar 9 tahun menyampaikan pesan bahwa teman – temannya sudah siap dan sudah menunggu untuk berangkat ke ladang. Kami bersiap-siap dan bergegas untuk berangkat ke kegiatan menugal (menanam padi) di ladang Nenek Sarating (65 tahun). Bersama Kevin dan teman-temannya, kami berjalan menyusuri jalan antar kampung, karena kebetulan ladang untuk kegiatan menugal terletak di sebelah Desa Nanga Sarai. Namun, karena semalam hujan deras, maka pagi ini Sungai Mandai banjir dan meluap ke beberapa anak sungai di sekitarnya. Oleh karena itu, mau tidak mau dalam perjalanan ini beberapa kali kami harus berenang karena jalan yang kami lalui terendam air hingga mencapai 1 meter atau sampai sebatas perut orang dewasa. Selama empat puluh lima menit (45’) kami berjalan, hingga kami sampai di ladang tempat menugal dan segera bergabung dengan kelompok ibu-ibu dan bapak yang telah tiba terlebih dahulu.
Matahari mulai meninggi, aktivitas menugal pun akan dimulai, kegiatan ini didahului dengan penjelasan dari Nanak Sarating (65 tahun) kepada anak – anak terkait jenis varietas padi yang akan ditanam, serta bagaimana cara menanamnya. Dijelaskan bahwa kali ini jenis padi yang akan ditanam adalah padi Onko, Mutoy dan padi Kasia (dalam Bahasa Dayak Pangin Orung Da’an). Proses memberikan penjelasan sebagai sebuah pengajaran budaya tutur ini dilakukan masyarakat Dayak Pangin Orung Da’aan secara turun temurun. Tujuannya adalah untuk menjaga dan menurunkan pengetahuan leluhur kepada generasi berikutnya, sehingga pengetahuan terkait berladang dapat terus terjaga dari generasi ke generasi dan tidak mudah hilang. Selanjutnya proses menugal dimulai, semua yang datang ikut serta, termasuk anak – anak. Anak – anak sangat bersemangat mengikuti kegiatan menugal tersebut.
Ketika waktu sudah menunjukan pukul 12.00 Wib kami pun beristrahat dan makan siang. Diantara waktu istrahat, anak – anak mendengar cerita dari orang tua, baik terkait cerita berladang maupun hanya sekedar mendongeng. Semua cerita maupun dongeng merupakan ajaran bijak terkait dengan kearifan lokal Masyarakat yang mempunyai makna luar biasa bagi generasi muda. Setelah istirahat secukupnya, kegiatan menugalpun dilanjutkan sampai sore hari dan setelah sore, kami semua bergegas pulang sebelum sang mentari kembali ke persembunyiannya untuk esok melanjutkan kegiatan Sekolah Ladang bagi anak-anak generasi penerus masyarakat Dayak Pangin Orung Daa’an.