SDG’s Desa dan Penguatan Tata Kelola Sumber Daya Alam Desa
Oleh: Yayasan Penabulu
Desa semakin menjadi entitas yang penuh dengan sumberdaya, baik sumberdaya manusia, maupun potensi alam dan produk unggulannya. Terlebih karena desa saat ini semakin memperoleh perhatian lebih dari negara. Banyak harapan untuk desa dan masyaakatnya, salah satunya adalah anggaran untuk 18 SDG’s Desa. Untuk mengembangkan pemahaman lebih dalam tentang SDG’s desa, maka pada tanggal 5 Desemmber 2020, Penabulu mengikuti kegiatan webinar yang dilaksanakan oleh Tropenbos Indonesia. Webinar series kali ini mengambil judul ‘SDG’s Desa dan Penguatan Tata Kelola SDA Desa”. Moderator webinar ini adalah Dr. Titiek Setyawati dengan menghadirkan tiga (3) orang narasumber yakni, Drs. Samsul Widodo, M.A. (Dirjen Pembangunan Daerah tertinggal), Dr. Ir. Hungul Y. S. H Nugroho, M.Si (Peneliti BP2LHK Makassar) dan Dr. Edi Purwanto, Direktur Tropenbos Indonesia.
Sesuai judulnya, webinar kali ini membahas mengenai pengalaman, keberhasilan, dan tantangan dari penerapan SDG’s desa, serta pengelolaan SDA desa di Indonesia. Dalam pemaparannya, Dr. Edi Purwanto menjelaskan bahwa saat ini pembangunan desa di Indonesia telah memiliki landasan hukum yang jelas. Undang-Undang No.6/2014 menyebutkan bahwa desa memiliki kedaulatan meskipun bersifat terbatas karena desa merupakan entitas yang mempunyai legitimasi dan recognisi dalam bentuk peraturan dan adat istiadat yang khas secara turun temurun. Namun dalam praktiknya, kedaulatan desa ini sering terhambat karena posisi kewenangan desa masih sering “dilangkahi” oleh unit pemerintahan yang lebih tinggi.
Upaya yang dilakukan desa untuk melindungi SDA-nya seringkali kalah dengan kepentingan pemerintah daerah ataupun pusat yang memberikan ijin kepada sektor – sektor yang ingin mengeksploitasi SDA yang berada di wilayah desa. Saat ini juga masih banyak wilayah desa yang belum memiliki batas wilayah yang jelas, sehingga seringkali menimbulkan sengketa antara desa dan instansi/individu yang melakukan aktivitas berdekatan dengan wilayah desa. Masalah ini menjadi semakin problematis karena menurut pemateri dalam beberapa kasus pembangunan di desa juga masih lebih sering fokus pada pembangunan infrastruktur dan sosial, tanpa banyak mempertimbangkan pengelolaan SDA yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Belum lagi hal tersebut diperparah dengan terjadinya pergeseran budaya di banyak desa yang semakin eksploitatif terhadap lingkungan demi mendapatkan keuntungan materi yang besar .
Di sisi lain, Drs. Samsul Widodo, M.A. dalam pemaparannya mencoba mengulas tema webinar kali ini melalui sudut pandang potensi yang dimiliki desa. Menurutnya, desa – desa di Indonesia sesungguhnya memiliki potensi yang sangat besar mulai dari pertanian, perkebunan, perikanan, wisata, hingga energi terbarukan. Namun di lapangan, potensi ini belum dikembangkan secara maksimal dan efisien. Oleh karena itu, program Dana Desa senilai 72 Triliun Rupiah yang digelontorkan oleh pemerintah pada 2020 dapat menjadi fasilitas yang dapat digunakan oleh desa dalam upaya mengembangkan potensi dan produk unggulannya secara lebih maksimal. Sehingga diharapkan desa mampu membangun, dan membuat inovasi skema –skema distribusi, promosi komoditas desa yang lebih efisien dan berdaya saing. Di tahun 2021, prioritas Dana Desa ada 3 yakni: 1) Pemulihan ekonomi nasional sesuai kewenangan desa, 2) Program prioritas nasional sesuai kewenangan desa dan 3) adaptasi kebiasaan baru (Desa Aman Covid-19 / SDGs Desa 1 dan 3.
Sedangkan Dr. Ir. Hungul dalam pemaparannya mencoba untuk membahas tema besar webinar kali ini melalui sudut pandang yang lebih teknis. Pemateri mencoba menjelaskan beberapa skema yang dapat digunakan oleh desa untuk mengelola SDA nya secara maksimal namun tetap ramah lingkungan. Skema yang disampaikan oleh beliau adalah sebagai berikut :
Dijelaskan bahwa untuk mencapai pengelolaan SDA desa yang maksimal maka terdapat empat pilar yang harus ditegakkan demi menopang proses tersebut yaitu : 1) Masyarakat Desa, 2) KLHK, 3) LSM terkait, dan 4) Pemerintah Daerah. Keempat pilar ini harus dapat berkolaborasi secara teknis, pendampingan, hingga secara kebijakan agar pelaksanaan pengelolaan SDA desa dapat berjalan dengan baik. Selain empat pilar yang menopang berjalannya program ini, dalam praktiknya juga diperlukan empat pendekatan yang perlu dilakukan menurut beliau, 1) Keterlibatan Multipihak, 2) Pengaplikasian Teknologi yang Sesuai dengan Sumber Daya Lokal, 3) Transfer Pengetahuan Terkait Teknis Hingga Pelembagaan, dan 4) Penguatan Kapasitas Personal, Organisasi, dan Pendampingan. Selain teknis pelaksanaan, pemateri juga memaparkan mengenai beberapa contoh keberhasilan pengelolaan SDA desa yang telah terdokumentasikan, seperti pemanfaatan aliran air untuk menghasilkan listrik micro-hydro (PLTMH) dan Kompor Bio-Massa (KOMBI).
Secara umum, SDG’s Desa apabila diterapkan secara sungguh-sungguh oleh seluruh desa di Indonesia, didampingi oleh para pendamping desa yang dapat diandalkan, memahami mekanisme dan sistem digital terpadu, maka dapat dipastikan semua desa akan berdaya dan bermartabat. Sehingga kerjasama lintas sektoral sungguh diperlukan agar kemajuan desa, menjadi pemajuan kawasan yang bermanfaat untuk masyarakatnya.