Catatan Kolaborasi : Sebuah Cerita Perubahan
Oleh : Putra Ramadhan
Tahun 2020 merupakan tahun yang penulis yakin meninggalkan bekas cukup dalam bagi semua orang. Mulai dari banjir yang menerjang beberapa wilayah Indonesia di awal tahun, merebaknya wabah COVID-19 yang tak kunjung reda, hingga banyaknya peristiwa politik yang menimbulkan pergolakan di masyarakat. Ada banyak kekecewaan, kesulitan, dan tantangan yang kita alami bersama selama tahun 2020. Tetapi di satu sisi, kita juga dapat melihat banyak sekali kolaborasi yang dilakukan banyak orang dalam menghadapi masa sulit tersebut. Kata kolaborasi pun menjadi kata yang penting bagi penulis secara pribadi, karena tahun 2020 juga merupakan tahun penulis mencoba melakukan perubahan dengan berkolaborasi dengan Penabulu Foundation.
Sebagai seorang mahasiswa jurusan sosial, awalnya penulis merasa sudah cukup kenal dengan aktivisme sosial beserta kelembagaannya, terutama dengan seringnya istilah LSM dan Civil Society digunakan dalam leksikon akademik. Namun dalam proses pembelajaran, penulis banyak menemukan bukti peran LSM yang luar biasa dalam melakukan perubahan, contohnya Greenpeace yang dengan berani “membajak” kapal tongkang pengangkut batu bara yang merusak terumbu karang di wilayah Legon Bajak pada 2018, atau Aliansi Masyarakat Adat di Papua yang hingga hari ini masih terus memperjuangkan hak – hak masyarakat adat yang dirampas oleh perusahaan sawit. LSM ternyata lebih dari “sekedar organisasi masyarakat.” Timbul rasa penasaran dalam diri penulis untuk lebih memperdalam pengetahuan mengenai LSM, tidak hanya mengenai Who, What, When, and Where, namun juga mengenai Why, and How yang menurut penulis lebih esensial. Sehingga ketika lamaran magang di Penabulu Foundationditerima pada awal September 2020, kesempatan tersebut tidak penulis sia – siakan.
Bergerak dengan visi “masyarakat sipil Indonesia yang berdaya”, Penabulu Foundation telah malang – melintang di kancah aktivisme nasional, khususnya dalam hal pendampingan dan kerjasama antar kelompok masyarakat sipil. Penabulu Foundation telah aktif sejak 2002, yang awalnya dimulai dengan melakukan pendampingan terhadap sistem pengelolaan uang dari organisasi – organisasi sosial nirlaba di Indonesia. Pendampingan ini dilakukan karena di lapangan masih banyak organisasi masyarakat sipil yang belum memiliki pemahaman mengenai pembukuan yang baik dan benar. Dalam perjalanannya, Penabulu Foundation melihat bahwa pengelolaan keuangan yang baik saja tidak akan menjamin kelangsungan dari organisasi – organisasi masyarakat sipil di Indonesia.Untuk itu, Penabulu Foundation lantas melebarkan sayapnya, tidak hanya melakukan pendampingan terhadap sistem pengelolaan keuangan, namun juga mencakup pengelolaan kelembagaan, program kerja, sumber daya manusia, serta memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi dalam aktivitas organisasi – organisasi tersebut. Tak hanya itu, Penabulu Foundation juga menjadi Civil Society Resource Organization demi mendukung kerja – kerja kelompok masyarakat sipil Indonesia, serta menciptakan iklim aktivisme yang inklusif dalam prosesnya sehingga semakin banyak pihak yang dapat terlibat dan dapat bersuara mengenai kompleksnya permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.
Republik Indonesia tak mungkin berdiri jika hanya mengandalkan kekuatan satu orang saja. Untuk membangun hal besar diperlukan banyak tangan agar prosesnya dapat menjadi ringan. Setidaknya itu yang penulis pelajari dalam proses magang yang telah penulis lakukan di Penabulu Foundation. Kolaborasi merupakan etos kerja yang penulis rasakan selama bekerja dalam proyek yang dibuat oleh Penabulu Foundation. ADIL yang merupakan kepanjangan dari Aliansi untuk Desa yang Inklusif dan Lestari merupakan salah satu dari banyak implementasi atas etos kolaborasi yang diterapkan oleh Penabulu Foundation. Sebagai salah satu pengurus program tersebut, penulis melihat bahwa kerja sosial memang tidak mungkin untuk dilakukan seorang diri. Kompleksnya permasalahan yang dihadapi mengharuskan adanya kolaborasi dari para pakar di bidangnya agar setiap isu dapat didekati dengan cara yang paling sesuai. Ada satu pengalaman menarik yang penulis temukan selama aktif dalam proyek ADIL. Pada pertemuan pertama anggota ADIL yang dilaksanakan secara daring, terdapat banyak sekali pandangan yang berbeda dalam melihat satu isu yang sama, bahkan tak jarang pandangan – pandangan tersebut cukup bertolak belakang. Namun pada akhirnya, perbedaan tersebut memang diperlukan demi mendapatkan sudut pandang yang lengkap. Tentu banyaknya kepala dapat menjadi hambatan, namun dengan manajemen yang baik keberagaman justru dapat menjadi kekuatan tersendiri. ADIL sendiri akan sangat sulit untuk bergerak secara efektif tanpa beragamnya kepakaran mengenai berbagai macam ilmu dan pengalaman yang dimiliki oleh para anggotanya.
Wabah COVID-19 menjadi bumbu tersendiri dalam pengalaman magang yang penulis alami. Sempat terpikirkan mengenai suasana magang yang akan dipenuhi kegiatan lapangan, diskusi langsung dengan para pakar, dan kesibukan – kesibukan lainnya. Nyatanya, ekspektasi tersebut tidak sepenuhnya tercapai. Selama empat bulan magang yang penulis jalani, hampir keseluruhannya dilaksanakan secara daring, atau secara personal dengan Bu Ani, mentor penulis selama magang. Namun, di balik ekspektasi yang tidak sepenuhnya tercapai itu, ternyata terdapat hikmah tersendiri bagi penulis. Keterbatasan untuk melakukan kegiatan lapangan membuat pikiran penulis lebih banyak bergerak karena seringnya digunakan untuk mendiskusikan langkah strategis program kerja dan perencanaan ADIL kedepannya. Salah satu poin yang cukup membekas bagi penulis adalah pada perbedaan pendekatan dalam merancang sebuah program kerja yang dilakukan oleh LSM. Dalam merancang sebuah kegiatan yang efektif, diperlukan capaian yang jelas dan realistis, lalu diikuti oleh kegiatan apa yang dapat dilaksanakan demi mencapai tujuan tersebut; pendekatan sebaliknya justru akan menyulitkan tercapainya tujuan sebuah program kerja.
Selain ilmu mengenai proses perancangan rencana strategis dalam melaksanakan sebuah program kerja, dalam proses magang penulis juga mendapatkan banyak pengalaman empiris dari para ahli yang turun langsung dalam banyak isu – isu yang terjadi di Indonesia. Salah satu yang menarik menurut penulis adalah mengenai penerapan Sustainable Development Goals (SDGs) desa, dan pengelolaan SDA desa. Sebelumnya, sektor ini merupakan sebuah sektor yang asing bagi penulis karena jarangnya dibahas masalah ini selama perkuliahan, terutama di jurusan yang penulis ambil (Hubungan Internasional). Selama magang, penulis mendapatkan banyak informasi mengenai kondisi pengelolaan SDA di Indonesia yang masih sulit karena urusan birokrasi yang berbelit, pengeluaran ijin yang seakan “pilih kasih”, adopsi teknologi yang lambat, hingga kesadaran dari warga desa itu sendiri untuk melindungi dan mengelola SDA yang ada di sekitarnya secara berkelanjutan. Namun, kabar mengenai pengelolaan desa beserta SDA-nya tak seluruhnya buruk. Banyak sekali LSM yang terjun langsung untuk melakukan pendampingan bagi banyak desa di Indonesia untuk dapat berdaulat dengan skema – skema teknis yang mereka buat. Tentu perjuangan mereka masih panjang, tapi adanya mereka membuat penulis merasa cukup optimis terhadap masa depan desa di Indonesia. Hal tersebut juga semakin menyulut keinginan penulis untuk terus memperdalam pengalaman penulis mengenai aktivisme sosial yang dilakukan oleh banyak kawan – kawan LSM, terutama untuk mempersiapkan agar desa – desa di Indonesia dapat secara dinamis beradaptasi menghadapi perkembangan jaman.
Empat bulan merupakan waktu yang sangat singkat bagi penulis untuk benar – benar mengenal Penabulu Foundation secara mendalam. Namun tak terasa waktu magang penulis telah berakhir dengan berakhirnya tahun 2020. Proses magang yang penulis jalani telah memberikan banyak sekali pengalaman, ilmu, serta relasi yang luar biasa. Banyak hal baru yang tidak penulis temukan selama perkuliahan, hal – hal yang membuka mata penulis mengenai bagaimana kerja LSM sesungguhnya; kolaboratif, kompleks, berproses, kadang kurang mendapat apresiasi, namun esensial sebagai gerakan yang mampu mencapai mereka yang selama ini tidak terjangkau oleh pemerintah. Penulis berharap tahun 2021 akan menjadi tahun yang lebih baik bagi kita semua. Penulis meyadari bahwa wabah COVID-19 ini mungkin belum akan berakhir dalam waktu dekat. Namun, penulis yakin dengan ketangguhan yang dimilikinya, LSM – LSM di Indonesia, termasuk Penabulu Foundation, akan mampu beradaptasi menghadapi tantangan yang ada. Dengan ilmu dan pengalaman yang penulis peroleh selama magang, penulis berniat untuk mendalami dan ikut serta lebih dalam lagi dalam aktivisme sosial di Indonesia. Magang kali ini merupakan pertemuan pertama penulis dengan Penabulu Foundation, namun penulis berdoa ini bukan menjadi pertemuan yang terakhir. Sampai bertemu lagi, Penabulu Foundation.